Serunya naik kereta api dari Bandung ke Rancaekek dan balik lagi ke Bandung...
Tapi, aku WNI yang tidak berperi kekeretaapian . Ternyata seingatku inilah pertama kalinya aku naik kereta api di negeri sendiri ...Bukan berarti gak pernah naik kereta api sama sekali, lho...(kayaknya waktu kecil pernah tapi udah ter-dlete dari ingatan). Soalnya dalam ingetanku, pertama kali aku merasakan naik kereta api itu di negeri orang, yaitu di Jepang...
Dengan pemandangan rumah-rumah, gunung, dan sawah, aku teringat dengan sebuah tempat di Jepang, Nagano-ken!!Kereta apinya juga mirip (saya naik KRD Patas) kecuali fakta bahwa yg di kita lebih kotor.Itu jenis kereta api yg sering di wilayah pedesaan, soalnya kalo di kota kayak Tokyo banyakan kereta subway yg canggih2 (Indonesia, janganlah kecewa..).
Nagano atau shinshu itu, perfektur yg dikenal pertaniannya. Lokasinya di tengah-tengah pulau utama (Hon-shu), yang banyak terdiri dari barisan pegunungan yang sering tertutupi salju. Di tempat saya tinggal, kota kecil berpenduduk 10.000 orang, Ina-shi, ada di bagian wilayah Kamiina-gun yaitu wilayah dataran tingginya Nagano. Sedangkan sekolahnya di Kamiina Agricultural School di desa Minowa selatan. Jarak rumah-sekolah pastinya “cukup jauh” dengan jalan “mendaki-meluncur” dan harus saya tempuh dgn menaiki sepeda karena ga ada transportasi lgsung dr rumah ke sekolah, baik itu kereta api, bus, apalagi angkot (emangnya disana ada angkotnya?).
Ngomong-ngomong soal kereta... Saya jadi bernostalgia kembali sepanjang perjalanan...Waktu dulu saya sering naik kereta api kalo mau mengunjungi rumah teman. Teman sekolah ataupun teman pertukaran pelajar lainnya. Ada yg dari Greenland orang Inuit namanya Naja (Najanguaq Jorgensen) dan dari New Zealand namanya Emma (Emma White). Kalo naik kereta ke rumah Naja di Iida-shi pasti ngelewatin stasiun di Okaya-shi yang terpampang besar-besar di situ tulisan “RARA” dalam huruf katakana. Ternyata itu nama supermaket di dekat stasiun...hahhaha....berapakali si Naja memotretnya dan dkirim ke Hp saya.
Di Rancaekek juga banyak orang naik sepeda...seperti di Jepang. Saya jadi teringat dgn sepeda dinas saya warna biru yg selalu sy bawa kemana-mana, melewati berbagai tanjakan dan turunan.
Suatu hari sepeda yng saya naiki dari rumah terparkir manis di parkiran stasiun “Ina-shi eki”. Sepeda itu saya pinjam dari kakak Hostfam saya, soalnya sepeda saya lagi turun mesin (sepeda juga bisa turun mesin...). Karena gemboknya rusak, jadi gak saya gembok, sambil berpikir,” ah gak papa lah...kayaknya orang jepang jujur2 kok...” Setelah saya balik lagi dan mo naik sepeda pulang ke rumah...saya mendapati tempat parkiran sepeda saya kosong melompong....Sepeda oniichan (kakak) saya hilaangg....Bayangin betapa shocknya...apalagi si oniichan itu Jietai(tentara). Dalam kepala saya kayaknya begitu pulang saya bakal dirudal atau digiles pake tank...
Sambil berjalan sendiri dalam kegelapan malam melewati serangkaian petak2 sawah, saya berpikir...mo ngomong apa nanti...?? Saya hanya bisa berdo’a waktu itu pada Zat Yang Maha Membolak-balikkan hati supaya si oniichan gak marah. Gak Cuma oniichan,otoosan (bapak), okaasan (ibu) dan oneechan (kakak perempuan) juga. Saya jadi berpikiran,, gimana kalo gara2 saya image orang Indonesia jadi jellek...Ya Allah....Tolonglah saya...
Perjalanan pulang yg jauh, dingin dan memperbesar betis inipun berakhir ketika saya sampai juga di rumah. Terlihat di garasi hanya ada mobil okaasan dan oneechan, Alhamdulillah...Otoosan gak ada, soalnya kalo dia yg marah parrah...
“Tadaima...” sahutku.
“okaeri...” jawab okaasan.
Rumah tampak sepi, hanya terlihat okaasan yg baru pulang kantor, sedang beberes rumah menyiapkan ofuro. Otoosan pasti masih ngantor, oneechan pasti lagi tidur karena mau shift tengah malam di rumah sakit. Lalu oniichan??
Aku duduk di kursi, merasa lelah setelah jalan cukup jauh dari stasiun. Aku masih diam, gak berani bilang kalo tadi saya jalan kaki dan bukannya naik sepeda dari stasiun. Mungkin karena meliat saya diam lemmes okaasan bertanya:
“Rara , doushita no?” (Rara, kamu kenapa?)
“Ne, okaasan...oniichan no jitensha wa ne, nakushichatta...” (Ibu, sepeda oniichan hilang), kataku dengan polos.
“ Nakushita!! Ala, kawaii sou jyan..eki kara aruite kaeru no?” (Hilang!! wah, kasian kamu..Kamu jalan kaki dari stasiun?). Saya heran ternyata okaasan lebih memikirkan saya ketimbang sepeda anaknya.
“Soo, demo...ano...”belum selesai saya ngomong, oniichan keluar dari toilet.
“Oniichan, hountou ni...hountou ni...gomen nasai...watashi no jitensha wa mo oniichan ni ageru kara...”(oniichan, pokoknya saya benar2..benar2...minta maaf, sepeda saya untuk oniichan saja!!) saya langsung nyerocos saking gak tau mo ngomong apa.
“e?” kata oniichan kaget. Aku berpikir,wah gawat mo marah2 ni...bentar lagi aku di bom.
“tsuyoshi no jitensha wa nakushita tte” (sepeda tsuyoshi (oniichan) hilang , ceunah) kata okaasan menjelaskan pada anaknya duduk perkara kejadian.
“II yoo, daijyoubu. Ano boro-boro jitensha wa mou iranai. Ore wa sugu baiku katteru kara“ (Tenang aja, gak papa. Saya udah gak perlu kok sepeda tua itu. Lagian bentar lagi saya mo beli motor). Kata oniichan dengan santai tanpa beban sedikitpun.
Waaah...........leganya.........Semudah itu, padahal tadi saya shock banget...
Saya jadi berpikir,,Adaa...aja yah,,jalan do’a terkabul tuh..yg gak pernah kita pikir sebelumnya. Bener2 surprise....Alhamdulillah...
Kembali lagi pada kisah kereta api....
Selama di perjalanan aku jadi teringat Jepang dan masa2 yg aku habiskan dulu di negeri itu...Di sekolah saat kita menanam melon dan seledri bersama...saat menebar benih gandum sampai dimasak jadi soba dan dimakan bareng2....Saat giliran ngebersihin kandang sapi dan ngasih makan sapi....Saat aku ngegoreng tempe di pelajaran mikrobiologi dan semuanya bilang “enak2”...Saat aku ngebuat kue jalangkote untuk sensei homeroomku dan sambelnya malah diminum sama dia dan dia kepedesan....saat lomba lari maraton 29 kilo dan entah kenapa aku bisa melaluinya, padahal sambil ngantongin buah persik dan pear dari nenek2 yg lagi panenan...saat acara bersih2 toilet sama oosaka sensei, yg malah jadi arena semprot2an air...saat dengn sabarnya maruyama sensei nemenin aku memotong tunas muda bnga carnation untuk kultur jaringan...saat chikusan tesuto yg mirip UAS praktikum tapi skala besar dan sangat menyiksaku....saat bunkasai dan orang2 makan pisang goreng kejuku...saat bukatsu dan ke doujoo, bareng tomomi dan mikako, dan si sensei kitajima yg hobi ngebodor dan pernah bilang “I am Atheis” itulah sekalinya dia serius...inget sensei Adrian yg cantik, gak tahan dingin padahal bule...saat2 ngumpul di UKS sm senpai-senpai sakadou, makan mie, menghangatkan badan, curhat2an, tidur dan main game komputer...Inget saat kita ber”hassuru” bersama, saat acara perpisahan dan tangis2an itu...hah...natsukashii...
Ternyata dalam riwayat 110 tahun sekolah itu, akulah murid beragama Islam pertama yg sekolah disitu. Selain itu, aku satu2nya murid yg pakai jilbab...syukurnya, karena mereka ‘blank’ sama sekali ttg jilbab, jadi pas pertama liat gak ada persepsi apapun. Beberapa temanku dan senpai banyak yg nanya, yg dikepalamu itu apa? Pakaian tradisional? Banyak yg bingung aku orang negara mana...pas aku bilang Indonesia, ada senpai yg langsung bilang “Nabaste” sambil mendekapkan tangan ala orang India...wah...wah...stidak terkenal itukah Indonesia...Teman2 ku banyak yg merasa ‘terpesona ‘ dgn kerudung yg saya pakai (saya pakai bergo)...sambil megang2 pinggiran dan jaitannya mereka nanya2...Ra, headgear ini dapetnya dari mana? Dijaitin khusus sama mamanya ya? Sampai mereka pakai acara tebak warna tiap hari, kira2 hari ini saya pakai kerudung warna apa...
Pas istirahat aku sholat di ruangan yg udah dikhususkan buat tempatku sholat dan berwudhu (aku request ke sensei).Biasanya temenku pada ikut liat aku sholat sambil makan bentou disitu. Awal2 ditanyain tuhannya mana? Kok gak ada siapa2? Aku bilang Tuhan ‘ada’ dan memperhatikan kita dari atas langit, kita gak kan sangup untuk melihat Tuhan, karena Tuhan DaiDaiDai Suggoi dakara.... Ada yg merhatiin terus dari awal sampe akhir dan bilang “nanka,fushigi na sekai ni haichatta” (Sepertinya, aku masuk dalam dunia keajaiban)...
Satu hal yg membuat saya kaget alang kepalang pas Bunkasai. Senpai international Club ku menulis poster yg memperkenalkan saya dan agama Islam. Setelah mewawancarai saya tentunya...Untunglah saya nyadarnya pas baru akan ditempel. Di salah satu poster tergambar babi, dan tertulis “Buta wa kamisama dakara tabemasen” (Babi adalah Tuhan makanya tidak dimakan). Perasaan selama wawancara sya gak pernah ngomng begitu...Akhirnya kata “kamisama” diganti menjadi “kitanai” (jorok) benar2 dua hal yg berbeda jauh....Mereka selama ini menganggap “Tuhan” sebagai dewa2 yg terwujud dalam berbagai bentuk, hewan2, pohon, bebatuan, matahari, sampai kamar mandi. Senpai itu merasa mendapat persepsi baru mengenai “tuhan” yang mereka pahami selama ini dan “Tuhan” yg saya pahami.
Tak terasa aku sudah balik ke Bandung lagi...hmm...aku kemudian berpikir,,1 tahun yg kulalui sendiri di negeri orang itu...adalah suatu kesalahan yg manis...Tak selayaknya seorang anak perempuan bersafar sendirian apalagi ke luar negeri tanpa mahram...suatu hal yg dulu aku belum tahu...Namun yg lalu telah berlalu dan sudah menjadi takdir garis hidupku. Pengalamanku dan orang2 yg kutemui selama kurang lebih setahun disana merupakan a precious thing yg akan aku ceritakan pada anak2ku nanti...Semua itu tentang berpikiran terbuka dan menghargai orang lain apapun latar belakang kultur budayanya...Bukankah kita diciptakan berbeda-beda oleh Allah, beragam ras dan suku agar kita saling mengenal? Perbedaan bukanlah faktor pemicu adanya kesenjangan dan pertengkaran, namun perbedaan dan keragaman membuat dunia ini semakin seru dan berwarna... betul,betul, betul??
No comments:
Post a Comment