Variasi Somaklonal
Pada beberapa metode propagasi in vitro dapat terjadi mutasi dan variasi genetik. Jika terdapat variasi genetik pada tumbuhan yang diregenerasi secara in vitro, maka hal itu disebut sebagai variasi somakonal. Perlu diingat bahwa mutasi dan variasi dapat pula terjadi pada propagasi in vivo. Namun, kejadian mutasi tersebut tidak dapat terjadi dengan mudah, karena :
1. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi ekspresi mutasi
2. Sering terjadi mikro-mutasi yang sulit untuk diidentifikasi
3. Diperlukan metode sitologi untuk mengidentifikasi mutan
Selain variasi somakonal, dapat pula terjadi variasi epigenetik. Variasi ini bersifat reversible dan tidak diwariskan. Contohnya :
1. Dengan propagasi in vitro, terdapat kemungkinan bahwa tmbuhan bebas virus dapat tumbuh selama kultur meristerm maupun selama pembentukan pucuk adventif.
2. Fenotip yang berbeda dapat muncul sebagai hasil dari penggunaan sitokinin atau auksin.
3. Tumbuhan dapat memiliki tampilan abnormal sebagai hasil dari penyakit fisiologis “vitrification”
4. Tumbuhan dapat mengalami perubahan karena perubahan kondisi in vitro
5. Setelah regenerasi in vitro, fenotip morfogenetik dapat muncul ( tergantung pada posisi tanaman induk,eksplan dapatmenumbuhkan pucuk vegetative dan generative)
Faktor-faktor yang menentukan kemungkinan mutasi dan frekuensi mutasi selama kultur in vitro:
1. Metoda propagasi vegetatif yang digunakan
2. Jika tumbuhan digunakan adalah chimera
3. Tipe regulator yang digunakan
4. Tipe jaringan yang digunakan
5. Starting material
6. Lamanya subkultur
Metode Propagasi Vegetatif
Terjadinya mutasi pada pembentukan pucuk adventif, tergantung oleh faktor berikut:
1. Metode produksi pucuk adventif; Jika pucuk muncul dari satu sel, kesempatannya bermutasi akan lebih besar .
2. Jika chimera digunakan, pemisahan karakter-karakter chimerik dilakukan terlebih dulu.
3. Terdapat indikasi bahwa ada kesempatan yang lebih besar untuk variasi somaklonal terutama pada Graminae ketika pucuk adventif muncul pada kultur kalus.
4. Genotype: Beberapa tumbuhan memiliki kecenderungan untuk bermutasi setelah pembentukan pucuk adventif. Misalnya pada tanaman bulbous; lili, hyacinth, Ornithogslum,dll)
Regulator
Penggunaaan beberapa regulator, seperti 2,4=D, NAA dan sitokinin sintetik dilaporkan telah menjadi penyebab bertembahnya jumlah mutasi.
Tipe jaringan dan starting material yang digunakan
Kemungkinan terjadinya mutasi semakin menurun, ketika starting material yang digunakan adalah jaringan yang belum berdiferensiasi. Mis: perisikle, prokambium dan cambium.
Jumlah subkultur
Subkultur yang berulang in vitro meningkatkan kemungkinan mutasi. Namun seberapa besar yang merupakan hasil mutasi sangat sulit untuk ditentukan. Dalam beberapa kasus, tidak ada korelasi antara kehilangan potensial regenerative dan produksi mutasi.
Ketidakstabilan genetic, bisa diakibatkan oleh hal-hal berikut :
1. Sel poliploid dapat tumbuh secara natural melalui endomitosis atau fusi inti. Jika yang terpilih selama subkultur adalah sel poliploidi yang sedang membelah, maka ia akan mendominasi sel-sel diploid. MIsal pada kacang ercis dan tembakau.
2. Penggunaan auksin dan sitokinin sel poliploid, dapat menginduksi pembelahan secara selektif.
3. Jika muncul sel-sel aneuploid, diasumsikan bahwa itu merupakan hasil dari kultur in vitro, karena sangat sedikit yang muncul in vivo.
Variasi somaklonal, terutama sangat menarik pada tumbuhan yang secara natural memiliki sedikit variasi, atau ketika variasinya sangat sulit dan tak mungkin diinduksi. Frekuensi aneuploid dan polyploidy harus dijaga serendah mungkin jika variasi somklonal akan digunakan sebagai pembentuk variasi.
1 comment:
Assalamu3alaykum.. neng.. innallaha ma3as soobirin..
masih di hutan tea? ayo cepet pulang :D
Post a Comment