Alkisah di suatu waktu pada zaman dahulu kala di Negeri Antah Berantah, hiduplah seorang pangeran rupawan yang kaya raya bernama Pangeran Ganteng. Tak hanya tampan, rupawan, serta kaya raya, Pangeran Ganteng juga baik hati dan cinta tanah air. Wajarlah jika ia menjadi rebutan para wanita di seantero jagad raya.
Namun Pangeran Ganteng tak jua memilih seorang pun diantara para wanita tersebut. Pangeran Ganteng merasa belum menemukan tambatan hatinya yang sejati. Ia kini hanya hidup sendiri di kastilnya yang megah, bertemankan nyanyian syahdu, menanti hari perjumpaannya dengan wanita kekasih hatinya, tapi entah kapan hari itu akan tiba. Pangeran Ganteng hanya menatap kosong kearah lembah dan pepohonan, kemudian nun jauh di cakrawala sana...akankah wajah cantik kekasih hatinya terbit dari ufuk timur bersama indahnya mentari pagi?
Sementara jauh di sana, di tepi sungai, di seberang hutan yang dihuni monster-monster jahat, hiduplah seorang wanita cantik nan sederhana bernama Cinderoro. Cinderoro tinggal bersama seorang Nenek Sihir jahat yang bernama Mihong Lampir. Setiap hari Cinderoro yang cantik jelita hanya disuruh bekerja...bekerja...dan bekerja oleh Mihong Lampir. Cinderoro tak bisa mengenal indahnya dunia, ia terkurung bertahun-tahun lamanya, hanya mendengar teriakan dan tawa jahat Mihong lampir. Hingga di suatu malam...Cinderoro yang sabar dan baik hati, tak kuasa lagi menahan penderitaan ini. Di malam itu, Cinderoro memutuskan untuk lari dari cengkraman Mihong Lampir yang jahat...
Malam itu Pangeran Ganteng merasa galau yang teramat sangat. Ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan keluar kastil menikmati dinginnya malam dan bulan purnama. Ia memacu kuda putihnya perlahan keluar gerbang kastil, menerobos gelapanya malam yang hanya diterangi bulan purnama. Kelam dan temaram, seperti sepi yang dirasakan oleh Pangeran Ganteng, kapankah kesepian dan kesendirian ini akan berakhir? Kapankah ia akan bertemu dengan gadis cantik tambatan hatinya?
Pangeran Ganteng hanyut begitu dalam pada kegalauannya hingga ia tak sadar sudah melewati daerah Rimba Jahat, tempat bermukim monster dan mahluk-mahluk sihir yang jahat. Di saat akan berbalik arah, tiba-tiba kedua matanya menangkap dua sosok berjubah merah merebak dari gelapnya malam. Salah satu diantara mereka berdiri di tengah jalan menghentikan laju kudanya.
“Stop, berhenti!” ujar seseorang berjubah merah yang berdiri menghentikan kuda Pangeran Ganteng.
“Kamu siapa?!! Mau kamu apa?!!” Pangeran Ganteng bersiap menghunus pedangnya ketika tiba-tiba sosok berjubah merah itu membuka tudung yang ia kenakan, menampakkan senyum merekah dihias gincu yang tebal.
“Aww...Ganteng...jangan marah-marah gitchu dong...tolongin akyu dong...kaki akyu sakitt...boncengin akyu pulang doongg...” Pangeran Ganteng tidak yakin apakah yang dilihatnya ini seorang wanita atau bukan, tapi nampaknya ia tak berbahaya. Segera dimasukkannya lagi pedangnya ke dalam selongsongnya. Ia pun lalu turun dari kudanya, ingin melihat wajah orang itu lebih dekat.
“Kenalin...ganteng...namakyuu Mahombreng, panggil aja akyu Lusi...muach...” ujar mahluk berjubah merah yang baru saja mengenalkan dirinya sebagai Lusi, sembari mencolek pinggang Pangeran Ganteng dan mengedip-ngedipkan matanya.
Pangeran Ganteng kebingungan, seumur-umur baru kali ini ia bertemu dengan mahluk Mahombreng seperti ini. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana.
“Oh, nama saya Pangeran Ganteng, karena saya memang ganteng...” ujar Pangeran Ganteng sambil tersenyum rupawan, senyum yang bisa melelehkan ribuan pulau es. Mahombreng Lusi pun meleleh habis, tak sabar ingin segera meraup mangsanya ini.
“Yuk, anterin akyu yu...akyu takut disinih gelaapp...” ujar Mahombreng Lusi sambil mulai merangkul tangan Pangeran Ganteng. Pangeran Ganteng tak berdaya selain hanya mengikutinya saja.
“Eh...gelo lohh...gua duluan yang ngeliat dia, lu main embat ajah!” ujar mahluk berjubah merah yang satu lagi sembari mendekat ke arah Lusi dan Pangeran Ganteng.
“Eh setann loohh...maen nyamber mangsa ajah...!! Hai Ganteng...hati-hati, ellu jangan mau aja diajak sama dia, mending sama gue ajah...kenalin gue Mahompret, panggil ajah gue, Mawar.” ujar mahluk berjubah kedua sambil menyodorkan tangannya pada Pangeran Ganteng dan melemparkan ciuman maut.
“Saya Pangeran Ganteng.” Jawab Pangeran Ganteng sembari menyambut tangan Mawar, ia berusaha bersikap wajar dan sesopan mungkin.
“ih...unyu bangets deh kanyu gantengg...gueh jadi makin gemmess...ihihimm..” Mawar terkikik sambil mencubit pipi Pangeran Ganteng.
“Jangan dengerin dia Ganteng...Yuk..bantuin akyu naik ke kuda muh yuu...”ujar Lusi sambil menarik tangan Pangeran Ganteng ke arahnya.
“Ganteng, ikut sama gue ajah yuu...jangan sama dia...yah..”ujar Mawar sambil menarik tangan Pangeran Ganteng juga ke arahnya.
“Heh! Mahompret...!! kan akuhh duluan yang nyamperin diaa...si ganteng ini milik akyu!!” ujar Mahombreng sambil menatap sinis pada Mahompret, dan menarik lengan Pangeran Ganteng.
“Enak ajah!! Yang ngeliat duluan kan gueh!! Si ganteng ini jelas milik gueh!! Ujar Mahompret tak mau kalah menarik lengan kekar Pangeran Ganteng.
Pangeran Ganteng semakin bingung, diperebutkan oleh dua mahluk yang tak jelas ini. Ia tak tahu lagi harus bagaimana.
“Milik akyu!!”
“Punya gueh!!”
“Akoohh!!”
“Gueeeeeh!!!”
“Akoohh!!”
“Guehh!!”
Sementara malam semakin larut, purnama yang temaram mulai ditutupi awan, lolongan serigala terdengar di kejauhan. Pangeran Ganteng tak tahu lagi apa yang harus ia perbuat untuk lari dari kedua mahluk itu.
Sementara itu, di sisi lain hutan, dibawah naungan purnama yang sama, nampaklah Cinderoro yang sedang berlari kebingungan. Nafasnya tersengal-sengal, ia tak berani menoleh kearah belakang, yang ia tahu hanya berlari dan terus berlari, kemanapun kedua kakinya membawanya pergi. Pergi jauh...menjauhi pondok yang telah ia diami bertahun-tahun...menjauhi Mihong Lampir dan segala penderitaan yang telah disebabkannya selama ini...
Diam-diam Cinderoro mengambil dan mempelajari buku sihir Mihong Lampir tanpa sepengetahuannya. Ternyata Cinderoro memiliki kekuatan sihir yang begitu besar, yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Cinderoro merasa Mihong Lampir mengetahui bakat sihir Cinderoro, namun Mihong Lampir tak pernah mengizinkan Cinderoro untuk belajar sihir. Ia hanya terus memperbudak Cinderoro...Kini saatnya Cinderoro untuk pergi dan menentukan takdirnya sendiri...
Cinderoro menghapus sedikit peluh di keningnya dan merapatkan jubahnya, terus berlari mengacuhkan dingin dan gelapnya malam...
To Be Continued...
No comments:
Post a Comment