Alkisah hiduplah seekor kucing cantik yang sangat populer di antara para kucing di kampungnya. Wajah si kucing cantik begitu ayu dengan kumis putih lembut dan bulu halus berwarna belang hitam putih, serta suara meong yang merdu. Tak heran jika ke manapun si kucing cantik melangkah, para kucing jantan pasti terpana.
"Mengapa kamu tak kunjung memilih pasangan, padahal banyak kucing yang mendekatimu, miau?" tanya kucing putih, sahabat si kucing cantik, sembari menyusui anak-anaknya di dipan depan rumah pak camat.
"Aku belum menemukan kucing yang tepat, mereka semua tak ada yang menarik hatiku, miau," jawab si kucing cantik.
"Bagaimana dengan si kucing garong? Berkali ia datang membawakanmu ikan besar, tapi kamu terus saja menolaknya, miau," tanya si kucing putih lagi.
"Aku tidak mau, ikan itu dicurinya dari manusia. Si Garong itu jahat dan beringas, Putih. Aku tidak mau punya pasangan seperti itu, miau," ujar si kucing cantik.
Ketika suami Si Putih telah datang membawakan makanan untuk istrinya yang sedang menyusui itu, si kucing cantik pun pamit pulang.
"Ayo Cantik, kamu ikut makan dulu bersama kami, miau," seru Si Putih.
"Tidak Putih, aku harus pulang ke rumah. Sudah hampir malam, nanti pemilikku mencariku, miau," tukas si kucing cantik.
Si Cantik dipelihara oleh seorang mahasiswi yang mengekos di rumah pak camat. Setelah menunaikan sholat maghrib dan makan malam, Si Mahasiswi biasanya sudah menyiapkan makanan jatah untuk Si Cantik. Namun kali ini pintu kamar Si Mahasiswi tertutup rapat dan lampunya juga padam. Entah ke mana Si Mahasiswi pergi. Dalam hati Si Cantik jadi menyesal menolak ajakan Si Putih tadi.
Si Cantik lalu naik ke atap rumah dan melihat ke arah masjid, ternyata Si Mahasiswi masih berada di depan masjid berbincang dengan seorang pria yang nampaknya orang baru di kampung.
Si Cantik lalu menuruni tangga dan berjalan ke dekat majikannya yang masih asik ngobrol di depan masjid. Akan tetapi, si cantik melihat ada seekor kucing di pangkuan si mahasiswi, seekor kucing jantan yang tidak ia kenali. Sama seperti pria itu, si kucing juga bukan berasal dari kampung setempat.
Tiba-tiba Si Cantik menghentikan langkahnya ketika si kucing jantan memandang ke arahnya. Kucing jantan itu nampak terperanjat, sama terperanjatnya dengan Si Cantik. Mata si kucing jantan menatap si kucing cantik dengan tajam dan penuh binar-binar. Seketika Si Cantik merasakan debar-debar di dada yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun beberapa detik kemudian si kucing jantan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Si Cantik pun diam termangu.
"Cantik!! Kamu kok ada disini? Nyariin aku ya? Kamu laper ya?Kasihaan.. Sini puus..." seru si mahasiswi ketika menyadari keberadaan Si Cantik di dekatnya. Ia pun melepas kucing jantan yang tadi duduk di pangkuannya.
"Miawww...." jawab Si Cantik sambil mengibaskan ekornya dan berlari manja ke arah mahasiswi. Sementara si kucing jantan bersembunyi di belakang kaki pria tadi.
"Ini kucingku yang tadi kuceritain, namanya Cantik," kata Si Mahasiswi sembari menggendong Si Cantik, pada pria yang nampaknya pemilik si kucing jantan.
"Cantik, itu teman barumu namanya Si Morcet," kata Si Mahasiswi.
"Salam kenal Cantik, Miaw," kata Si Morcet sambil mengintip di balik kaki tuannya.
Si Cantik diam sejenak setelah mendengar suara Si Morcet. Debar-debar ia rasakan ketika namanya disebut oleh Si Morcet.
"Miaw, salam kenal juga," jawab Si Cantik akhirnya.
"Kayaknya mereka bakal akur deh, kita jodohin aja kali ya," kata Si Pria majikan Morcet.
"Hahaha, boleh tuh," kata Si Mahasiswi.
Keesokan harinya Si Cantik menceritakan perihal Si Mocret pada sahabatnya, Si Putih.
Desas desus tentang Morcet si kucing baru itu rupanya telah menyebar ke seantero kucing di kampung. Si Morcet kabarnya pernah diajak oleh Si Garong untuk gabung di gengnya, namun Si Morcet menolak. Morcet rupanya kucing yang soleh. Ia lebih senang duduk di masjid sambil berzikir bersama kucing soleh lainnya, daripada berlari di pasar dan mencuri ikan seperti Garong dan teman-temannya.
Karena ajakannya ditolak, kabarnya Si Garong kecewa dan menyatakan permusuhan terhadap Si Morcet. Ia melarang Morcet berjalan di daerah kekuasaannya. Namun Morcet tak lantas takut diancam demikian, ia tetap tenang dan kembali beribadah.
"Lebih baik kamu jangan terlalu dekat dengan dia Cantik, bahaya, miau," kata si Putih.
"Kenapa? dia nampaknya kucing yang baik hati, miau," tanya Si Cantik.
"Ya karena Si Garong tidak suka padanya. Kamu tahu kan apa yang terjadi pada kucing-kucing yang dibenci Si Garong?" banyak dari mereka dikeroyok dan dicakar-cakar, apalagi jika mereka terbukti melanggar ancaman Garong, miau", ujar Si Putih.
"Uh, aku sebal dengan Garong itu, sok berkuasa, sok jagoan, hobinya berkelahi dengan kucing kampung lain, sok jadi pahlawan padahal dia sendiri seperti preman, miau" kata Si Cantik.
"Huss, jangan bicara seperti itu nanti ada yang dengar bisa bahaya. Sebaiknya kamu jangan terlalu dekat sama Morcet, nanti Garong malah ikut memusuhi kamu, ingat itu, miau," kata Si Putih.
Si Cantik lalu pamit dan beranjak ke kamar majikannya namun kemudian diurungkannya niatnya itu. Ia lalu pergi ke dekat masjid. Diintipnya pelataran masjid, namun sepi, nampaknya manusia sedang beribadah sholat ashar. Dilihatnya ke dalam masjid, diantara manusia yang sedang sholat, dilihatnya ada beberapa kucing. Salah satunya ada Si Morcet yang sedang duduk tenang sambil menutup matanya. Nampaknya ia sedang beribadah.
Si Cantik duduk menunggu di teras masjid namun tak lama ia pun tertidur.
"Cantik ya? Miau," ujar sebuah suara.
"Miaw...?" Si Cantik terbangun sambil menggosok-gosok matanya. Rupanya pemilik suara itu adalah Si Morcet. Si Cantik langsung panik, dirapihkannya bulu-bulu di wajahnya dan kumisnya agar tidak kusut dan tetap memesona.
"Halo Morcet, tadi aku tidak sengaja ke sini cari majikanku, rupanya dia tidak ada," kata Si Cantik segera mencari alasan seadanya sambil tersenyum melihat Morcet.
Morcet kemudian terdiam. Terkadang mata Morcet tertangkap sedang memandang wajah Si Cantik. Ia lalu tertunduk malu, Si Cantik pun jadi malu dibuatnya. Keduanya kemudian diam membisu.
Setelah terdiam lama, Morcet akhirnya bertanya, "Cantik, maukah kamu jadi pasanganku?"
Si Cantik kaget sekaligus gembira mendengar pertanyaan Morcet. Hatinya kembali berdebar-debar, lidahnya menjadi kelu, tak ada jawaban yang bisa ia berikan, hanya segaris senyuman malu-malu penuh arti.
"Miauuu!! Morcet!!! Sedang apa kamu dengan Si Cantik?!" suara kucing lain terdengar dari luar pelataran masjid. Si Cantik melihat keluar, rupanya itu Si Garong.
"Kurang ajar kamu Morcet! kamu masih anak baru di sini, berani-beraninya mendekati Si Cantik, ayo siniii buktikan kejantananmu, kita berkelahi!!! Miauuuwwwwwww!!!!! " teriak Garong sambil berlari kesana kemari dan mengeong dengan agresif.
Si Morcet kemudian mulai melangkah keluar masjid, namun segera dihentikan oleh Cantik.
"Jangan Morcet, jangan berkelahi dengan Garong, dia kucing yang kuat dan beringas, banyak yang sekarat setelah berkelahi dengan dia, kamu tetap di sini saja, miauwww...." kata Cantik yang sangat takut dan khawatir, matanya mulai berkaca-kaca.
"Tenang saja Cantik, tidak apa-apa, aku akan mengalahkannya, miau.." ujar Morcet dengan tenang sambil berlari meninggalkan cantik menuju ke halaman masjid.
Perkelahian pun terjadi. Kucing-kucing lain menontoni perkelahian itu dari kejauhan, tak ada yang berani mendekat. Berkali Cantik menutup matanya. Mungkin seharusnya ia mendengar nasehat Si Putih agar tidak mendekati Morcet. Bagaimana jika Morcet terluka, bagaimana jika ia jadi cacat setelah ini. Cantik pun menyalahkan dirinya sendiri sambil menangis.
Perkelahian berlangsung cukup lama dan sangat sengit. Dari kejauhan, di bawah matahari terbenam, terlihat seekor kucing yang tergeletak lemas. Tak jelas apakah itu Morcet atau Garong.
Si Cantik dan kucing lainnya hanya bisa menatap cemas dari kejauhan. Dalam hati, Cantik terus berdoa agar Morcet tidak terluka.
Dari balik bayang sinar surya yang mulai mulai tenggelam, sosok itu perlahan mulai nampak jelas. Seekor kucing jawara, pemenang perkelahian tadi, melangkah mantap keluar dari bayang gelap menuju cahaya kemenangan.
Dialah......Morcet.
Kucing-kucing lainnya berteriak, "kampung kita punya jawara baru, miawww!!!"
"Garong sudah bukan pemimpin kita lagi, miawwww!!"
"Hidup Morceeettt!!!!! Miawwwwww!!"
Si Cantik menjerit tertahan, melihat Morcet yang berjalan tegap ke arahnya. Hatinya senang sekaligus lega. Seuntai senyuman tersungging di balik kumis Morcet, Cantik pun ikut tersenyum bahagia.
Sejak saat itu, Si Morcet menjadi kucing penguasa kampung, dengan Si Cantik sebagai pendampingnya. Masyarakat kucing di kampung itu jadi hidup dengan tenang dan damai tanpa adanya perkelahian. Kucing-kucing pun menjadi lebih relijius dan gemar beribadah.
Morcet dan Cantik kemudian dikaruniai banyak anak dan hidup bahagia bersama.
THE END
No comments:
Post a Comment