3.7.13

Pusat Hidup




 Ada lagu lama...
Lagu yang sering sekali dinyanyikan orang-orang pada berbagai tingkat kedewasaan. Baik yang masih remaja hingga yang sudah merasa dewasa. Dari generasi coboy junior hingga generasi trio kwek-kwek. Apakah lagu itu?
Lagu itu adalah lagu Galau, the feeling of anxiety sometimes coming with frustation and desperation.

Apa penyebabnya?
Galau karena pacar, istri/suami, galau karena bos, pekerjaan, cita-cita dan ambisi, binatang piaraan, gadget dan lain sebagainya.
Siapapun atau apapun penyebab yang menyulut munculnya rasa galau ini adalah dan adalah selalu diawali oleh rasa Kecewa.
Kecewa pada istri/suami karena sifat-sifatnya yang tak sesuai harapan dan anggapan selama ini. Kecewa pada pacar, berharap sang pacar setia tapi ternyata dia mendua.
Kecewa karena berharap gebetan akan serius ternyata dia hanya main-main.
Kecewa karena berharap bos akan memberikan bonus atas kinerja bulan kemaren, ternyata bonus tersebut tak kunjung datang.
Kecewa karena berharap pada ambisi yang ternyata tak bisa dicapai.
Kecewa ketika binatang peliharaan mati karena selalu berharap dia akan ada disana seterusnya untuk menemani.
Dan banyak lagi skenario lainnya.

Semua rasa kecewa itu datang dengan pola yang sama, yaitu dari harapan yang tak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Overekspektasi terhadap sesuatu, sedangkan sesuatu itu tidaklah se-sempurna seperti yang ada dalam pikiran kita. Mengapa ini bisa terjadi? Mengapa manusia cenderung berekspektasi, berharap, bergantung pada sesuatu?
Jawabannya, karena itu adalah fitrah dari manusia. Manusia selalu membutuhkan sesuatu yang selalu ada disana, tempat mereka bergantung secara emosional. Jika tidak, akan ada rasa hampa, sekan ada lubang kosong dalam hati yang perlu untuk diisi.
Tapi sayangnya, terkadang manusia tidak menggantungkan jiwanya pada tempat yang tepat.

Manusia terkadang secara disadari ataupun tidak disadari menggantungkan seluruh kehidupan emosionalnya, jiwanya, pada sesuatu yang rapuh, yang terkadang tidak cukup kuat untuk berpijak. Inilah yang dinamakan pusat hidup. Kecenderungan mental untuk menyandarkan jiwa pada 'sesuatu'.

Hal ini sudah dimulai ketika kita masih kecil saat pusat hidup adalah orang tua kita. Saat anak-anak tak ingin jauh dari ibunya, begitulah kecenderungan yang terjadi. Terkadang pada beberapa orang, kecenderungan untuk menjadikan orang tuanya sebagai pusat hidup berlanjut hingga usia dewasa. Pada individu ini, sulit bagi mereka mengambil keputusan tanpa arahan dari orang tuanya, semuanya terserah papa, terserah mama dll.

Adalagi yang menjadikan istir/ suami/ pacar/ gebetan sebagai pusat hidupnya.  Tiap hari berinteraksi, secara emosional selalu terkait. Seluruh kehidupan emosionalnya berpusat pada orang itu. Mereka saling ketergantungan satu sama lain. Dan ketika segala sesuatunya berjalan, harapan dan ekspektasi tak dapat terhindari lagi. Lalu ketika semuanya makin intens, kecewa pun muncul pada akhirnya.

Jadi apakah yang semestinya dijadikan Pusat Hidup?

#timetoreflect