30.7.14

I Wont Give Up

Meskipun hanya aku yang berdiri di sini dengan segala kelemahanku, aku tak akan menyerah.
Walaupun dunia tidak ada yang tahu apa yang tengah kuhadapi, apa yang aku rasakan, semangatku tak akan surut.
Karena hanya aku sedang berperang melawan diriku sendiri.
Bagian dari diriku sendiri yang tengah menggerogotiku dari dalam.
Aku pun belum pasti tahu apa itu, aku coba untuk berkawan dengannya, mencoba mengenalnya lebih jauh lagi, agar aku bisa berdamai dengannya.
Aku punya impian dan cita-cita, aku masih punya keluarga dan orang-orang yang kucintai, juga orang tua yang ingin kubahagiakan.
Tak akan kubiarkan semuanya terenggut karenanya, aku putuskan untuk melawan.
Melawan dengan yang kubisa, meski sendiri kuhadapi, karena pasti tak ada yang mengerti.
Aku pasti bisa.

25.3.14

Apakah Mimpiku ini Tentang MH370?

Awal mimpi itu aku ada di bus. Bus itu menuju ke sebuah mesjid dekat pasar. Di halaman masjid bnyk org2 berseliweran, bapak2 pake baju takwa, dn ibu2 pake kerudung dn baju kurung. Bus berhenti di masjid. Aku turun dn masuk ke tempat wudhu simpan sepatu dn bercengkerama dgn org yg ada disana.

Setelah itu yg aku ingat, aku masuk ke ruang kerja seperti kantor PNS. Banyak meja dn kursi kayu. Pegawainya perempuan pakai baju kurung dn jilbab. Dia menulis sesuatu di kartu. Aku katanya harus melengkapi persyaratan dn pemeriksaan untuk berangkat.

Hal berikutnya yg aku ingat dri mimpi itu, aku ada di bandara. Aku melewati pemeriksaan. Dan aku berjalan melewati koridor besar, ada dinding warna biru ada tulisan aku lupa apa. Aku berbelok lalu berikutnya yg kuingat aku ada di suatu tempat seperti lapangan terbang. Tiba2 ada beberapa mobil berhenti dn keluar beberapa org berpakaian tentara, dgn senjata laras panjang otomatis yg menodong aku.

Hal berikut yg aku ingat, aku ada di kokpit pesawat. Keadaan genting. Aku ingat agak samar ttg sebuah pulau. Ada seseorang menyebutkan tentang sebuah pulau, dn menyuruh aku ke pulau itu.

Di sebuah pesawat militer yg sedang terbang, ada seorang pria berkulit coklat, kacamata hitam, rambut hitam agak berombak, wajahnya berewokan. Pakai baju tentara luar negeri (bukan baju ABRI) topi baret merah. Sedang tersenyum dn mengancam ke arah kokpit. Tapi pilot di kokpit tetap tegar.Tiba2 pemandangan dr jendela kokpit tertutup sesuatu. Lalu pesawat jatuh bebas tak terkontrol, pilot di sebelahku sudah pasrah. Pesawat tersebut lalu meledak hancur berkeping-keping seperti balon udara yg pecah. 

Tentara berewok di pesawat militer trsbut mendarat di suatu tempat. Banyak tentara lainnya, seperti camp tentara. Daerahnya tandus banyak pasir berterbangan. Dalam mimpi ada yg mengatakan mereka itu tentara palsu. Ada beberapa tentara yg cacat, si tentara berewok tadi menggendong temannya yg cacat kakinya. Sambil tertawa2 dgn tentara2 lain.

Lalu yg aku ingat berikutnya dari mimpi itu, aku ada di Inggris. Seperti di Inggris. Di sebuah rumah dgn org2 kulit putih yg santun dn tak banyak bicara. Seperti rumah pejabat. Ada seseorang yg akan datang, aku tak tau siapa. Tapi sepertinya si pemilik rumah tak mau ketemu dgn orang itu. Ketika pria penjaga meja depan berkata org itu sudah datang si pejabat panik. Aku melihat ke pintu siapa yg dtg, ada seorang wanita berpakaian formal, dandanan rapih, rambutnya putih semua, sedang berjalan ke arah pintu dgn bbrpa org. 

Itu bagian akhir yg aku ingat dari mimpiku yg sudah agak lama, tapi masih terasa begitu jelas walau ada yg terlupakan. Aku mimpi sekitar seminggu sebelum aku mendengar berita hilangnya pesawat MH370 dari TV. 

2.2.14

Prinsip Ukur Tinggi Badan

Ingatkah kita semua ketika masih kecil, sedari bayi hingga balita ukuran panjang tubuh selalu diukur. Orang tua kita mengukur tinggi badan kita untuk mengetahui pertumbuhan kita. Biasanya ada sebuah meteran bergambar jerapah yang ditempel di dinding, lalu selang beberapa lama kita diminta berdiri disana. Dengan cara ini orang tua kita bisa tau sudah berapa sentimeter kita bertambah tinggi dibandingkan hari kemarin.

Ketika sudah dewasa, konsep mengukur tinggi badan ini entah kenapa jadi terlupakan begitu saja.
Contoh kasus: Pada suatu hari, sebut saja dia si Aura (nama disamarkan), sedang iseng membuka Facebook dari laptopnya. Di laman Beranda terlihatlah foto-foto dan status teman-teman masa kecil, teman kuliah hingga kolega kerjanya.
" Alhamdulillah semoga menjadi keluarga SAMARA"
"Selamat yaa atas kelahiran anak pertamanya"
"Selamat yaa pertunangannya, semoga lancar sampai ke pelaminan"
adalah menjadi kalimat yang semakin sering diketik oleh jari jemarinya di keyboard tiap membuka FB. Tak hanya sampai di situ, #kepo dot kom berjalan terus di FB.
"Wahh si A kayaknya udah jadi pengusaha sukses"
"Wow..si B sekarang udah jadi manager"
"Si C udah phD ajee gille hebat benerr"
"Buset deh enak banget ya kerja di perusahaan asing, jalan2 ke luar negeri mulu"
Lalu muncullah kalimat :
"Orang-orang udah pada kemanaaa kok gua begini-begini aja yaak....."
Nah, sampai sini kita titik dulu (titik).
Kelanjutannya bisa begini:
"Oke baiklah, karena yang lain sudah pada sukses, aku akan membuktikan aku juga akan sukses sebagai ratu jengkol" atau
"Umur gw udah segini, teman gue udah pada punya anak. Oke, target lebaran haji gua udah naik pelaminan, jadi istri ke empat pak camat"
Di dalam dunia yang serba ideal, keadaan seperti itu 'katanya' mestinya bisa menjadi motivasi kita untuk maju. Namun yang terjadi kadang adalah....
"Hiks...hiks...hiks...Entah apa yang salah sama diri gue, kenapa gue ga bisa kayak orang laen....#galau"
Nah, saat seperti inilah bahaya mulai terjadi. Pikiran seperti ini bisa menjadi cikal bakal kegelisahan berkepanjangan yang tak hanya menguras energi, tapi juga waktu dan pikiran. Bahkan mungkin menguras isi kantong anda untuk membeli tissue atau pengobatan medis (jika sudah sangat ekstrim, jangan sampek yaa).

Ingatlah selalu prinsip tinggi badan. Sejauh apa kita berkembang, diukur dengan membandingkan diri kita sendiri di hari ini dan di hari kemarin. Tidak fair namanya jika kita membandingkan dengan orang lain. Karena setiap orang punya flow perkembangannya masing-masing. Jadi, setiap kali teringat kunjungilah 'papan pengukur jerapah'-mu supaya tau sejauh apa kita sudah bertumbuh. Demikianlah caranya fair pada diri sendiri, dan punya tolak ukur yang lebih akurat.